Pengaruh Bentuk Lengkungan Telapak Kaki Ceper (Flatfoot) Terhadap Keseimbangan Statis Dan Aktivitas Otot Ekstremitas Bawah Pada Saat Kelelahan

Lengkungan telapak kaki ceper (flatfoot) merupakan salah satu bentuk lengkungan telapak kaki dimana lengkungan telapak kaki terlihat ceper bahkan tidak terlihat sama sekali pada kelainan yang berat saat subjek berdiri dengan tumpuan berat badan [Mosca, 2010] seperti terlihat pada Gambar 1. Area kontak kaki dengan lantai/dasar akan lebih luas sehingga beban yang akan diabsorbsi oleh struktur tulang dan otot akan lebih besar.

Gambar 1. Bentuk telapak kaki flatfoot dengan menggunakan alat foot scanner. Indeks lengkungan telapak kaki adalah area midfoot/area forefoot +midfoot+rearfoot [B/(A+B+C)]

Perkembangan optimal lengkungan telapak kaki terjadi sebelum anak mencapai usia 6 tahun [Hennig, E.M dkk, 1994]. Angka kejadian flatfoot ini dipengaruhi oleh faktor internal (usia, jenis kelamin, genetik) dan eksternal (riwayat pemakaian sepatu tertutup sejak usia dini, berat badan tubuh yang berlebih, dan kurangnya tingkat aktivitas fisik) [Abolarin dkk, 2011; Cetin dkk, 2011; Halabchi dkk, 2013].

Anak di daerah perkotaan dan anak yang memiliki berat badan berlebih cenderung memiliki risiko lebih besar terhadap flatfoot [Cetin dkk, 2011]. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kejadian overweight dan obesitas pada anak dibawah 5 tahun karena rendahnya aktivitas fisik [http://www.cdc.gov.html]. Sekitar 45% anak usia pra-sekolah memiliki aktivitas fisik rendah dan tidak memenuhi kriteria minimal 60 menit aktivitas fisik per hari [Tucker, 2008]. Padahal diperlukan adanya aktivitas fisik yang cukup berupa kontak langsung yang berulang dengan berbagai kontur permukaan pada telapak kaki selama masa perkembangan pembentukan lengkungan telapak kaki karena dapat menstimulasi saraf dan meningkatkan koordinasi otot saraf dan aktivitas otot telapak kaki [Sachithanandam dan Josephthe, 1995].

Olahraga dengan benturan yang tinggi seperti melompat (basket, bulutangkis, sepakbola, dan lain-lain) memerlukan bentuk lengkungan telapak kaki yang efisien dalam hal absorbsi beban dan transfer gaya. Orang dengan lengkungan telapak kaki ceper berisiko terhadap cedera pergelangan kaki atau kaki pada olahraga dengan tempo yang cepat, dan kontak dengan dasar/lantai yang keras [Cain dkk, 2007] karena bentuk lengkungannya yang tidak efisien.

Diperlukan aktivitas otot yang lebih besar untuk menstabilkan sendi pergelangan kaki, sehingga anak flatfoot kemungkinan akan lebih cepat mengalami kelelahan otot dan nyeri pada ekstremitas bawah [Mosca, 2010].

Perlu adanya suatu perhatian apabila ditemukan flatfoot pada anak diatas usia 8 tahun, karena anak jarang mengeluhkan masalah pada kaki atau pergelangan kakinya serta anak kemungkinan dapat mengalami keterbatasan fungsional saat melakukan aktivitas harian seperti menurunnya performa motorik saat berjalan, berlari dan melompat.

Hasil penelitian pada 15 orang anak flatfoot SD dan SMP terlihat bahwa rata-rata indeks lengkungan telapak kaki adalah0.36±0.01. Faktor kelelahan ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan keseimbangan statis pada anak flatfoot. Keseimbangan yang baik diperlukan untuk mencegah risiko terjadinya cedera saat berolahraga.

Sedangkan hasil pemeriksaan aktivitas otot dengan alat elektromiografi terlihat kelelahan otot yang signifikan pada otot tibialis anterior (otot tulang kering) anak flatfoot. Kelelahan otot ini muncul lebih awal pada otot tibialis anterior (otot tulang kering), gastrocnemius medialis (otot betis) dan peroneus longus pada anak flatfoot seperti terlihat pada Gambar 2 berikut ini :

Gambar 2.  Otot ekstremitas bawah yaitu otot tibialis anterior (a), gastrocnemius medialis (b) dan peroneus longus (c)

Gambar 2.  Otot ekstremitas bawah yaitu otot tibialis anterior (a), gastrocnemius medialis (b) dan peroneus longus (c)

Orang tua sebaiknya mampu mengenali secara dini flatfoot pada anak, serta mengurangi risiko flatfoot dengan cara meningkatkan aktivitas fisik/olahraga pada anak.

Apabila anak sudah diketahui mengalami flatfoot maka sebaiknya dilakukan latihan penguatan otot tibialis anterior pada anak flatfoot. Selain itu, perlu adanya pemilihan jenis olahraga dengan dosis yang tepat bagi anak flatfoot dalam upaya mencegah terjadinya cedera olahraga, sehingga anak flatfoot sebaiknya menghindari olahraga yang bersifat high impact dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang tinggi.

Oleh: dr. Riza Adriyani, M.Or

-Artikel tesis asli penulis saat studi S2 magister keolahragaan (sports science) di Institut Teknologi Bandung-

×